Selamat Datang Di Website Oi Kota Bekasi
http://oi-kotabekasi.blogspot.com/p/oi-kota-bekasi-peduli.html

Kamis, 28 Maret 2013

Kali Bekasi, Antara Mitos dan Sejarah

Yang ngebuatin kali ntu (kali Bekasi) uler ama burung (Ular dengan Burung), uler yang ngeleok2 (membuat berliku2) burung yang nyocolin pinggiran (mematuk pinggiran), nembusnya ke laut, ke Pelabuhan Ratu Sukabumi”, begitulah mitos yang dikatakan nenek saya di suatu malam beberapa minggu yang lalu ketika sedang asyik bercerita tentang masa lalunya, tentang Bekasi mulai dari jaman kompeni (Penjajahan Belanda), jaman Jepang, sampai dengan setelah merdeka.



Bukan pertama kalinya juga saya mendengar mitos tentang asal mula kali Bekasi, dari cerita-cerita orang tua yang saya dengar juga kali Bekasi dibuat oleh seekor ular besar, jalur ular kemudian semakin membesar membentuk kalenan (kali kecil), lambat laun menjadi besar dan menjadi kali / sungai Bekasi seperti sekarang ini. Ada lagi kepercayaan-kepercayaan jaman dulu, menikah tidak boleh dengan yang diseberang kali, tidak boleh menikah dengan tujuh turunan yang sama.

Lain mitos lain pula sejarah yang mempunyai bukti tertulis yang lebih otentik kebenarannya, dari beberapa sumber di internet, saya menemukan beberapa tulisan mengenai keberadaan kali Bekasi dari jaman ke jaman. Kali Bekasi keberadaannya sudah ada sejak jaman kerajaan tua di dataran Sunda, kerajaan Tarumanegara. Termuat dalam Prasasti Tugu yang ditemukan didaerah Cilincing, memuat keterangan yang berisikan :

“Dulu kali Candrabagha di gali Purnawarman, Maharaja yang mulia yang mempunyai lengan kencang dan kuat. Setelah sampai ke istana, kali dialirkan ke laut. Istana kerajaan baginda termashur. Kemudian baginda menitahkan lagi menggali sebuah kali. Kali ini sangat indah dan jernih. Kali ini di sebut kali Gomati. Kali ini mengalir melalui kediaman nenekanda Purnawarman. Kali Gomati, (galian itu ) 6.122 tumbak panjangnya pekerjaan ini di mulai pada hari baik, tanggal 8 paro petang bulan phalguna dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra, jadi hanya 21 saja untuk itu diadakan selamatan yang di laksanakan oleh para Brahmana. Untuk selamatan itu Purnawarman menghadiahkan 1.000 ekor sapi”.

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan Purnawarman pernah memerintah penggalian kali Candrabagha lalu kali Gomati. Panjang galian itu 6.122 tumbak (12 Km) pekerjaan itu di mulai pada hari baik tanggal 8 paro petang bulan Phalguna dan di sudahi pada hari tanggal 13 paro petang Bulan Carita, jadi hanya 21 saja selametan baginda di lakukan brahmana di sertai 1.000 sapi yang dihadiahkan Pembuatan galian tersebut yang jelas untuk pengairan sawah dan pengantisipasi banjir. Dari sini kita lihat Purnawarman raja yang memperhatikan kesejahteraan rakyat. Penggalian ini juga memeperhatikan kesejahteraan rakyat. Penggalian ini juga memperlihatkan bahwa pengetahuan bertani Tarumanegara sudah cukup maju.

Menurut para ahli sejarah, kemungkinan besar sungai yang digali adalah terusan untuk membantu pengaliran sungai Bekasi. Sebab disebutkan sungai Candrabagha. Menurut Prof. Purbacaraka Chandrabagha dapat diartikan menjadi bekasi = Bhagasasi = Baghacandra = Chandabagha (Sasi = Candra = Bulan).

Di jaman perjuangan, Kali Bekasi menjadi saksi bisu perjuangan dan jiwa patriotisme orang-orang Bekasi. Kali Bekasi merupakan garis demarkasi antara tentara sekutu (Inggris dan NICA) yang menduduki Jakarta dengan laskar-laskar Republik yang bertahan di seberang kali di bagian timur. Di sini juga terjadi insiden yang sampai sekarang masih dikenang, insiden kali Bekasi. Akibat pendudukan tentara Jepang yang kejam terhadap rakyat Bekasi, pemuda dan rakyat Bekasi bertindak sendiri dengan menangkap Orang-orang Jepang atau bahkan siapa saja yang diduga telah bekerja sama dengan Jepang. Pemuda dan rakyat Bekasi menghentikan setiap kereta api yang melintas Bekasi, baik yang keluar maupun menuju Jakarta. 19 Oktober 1945, meluncur kereta dari Jakarta yang mengangkut tawanan Jepang menuju Ciater (dipulangkan melalui lapangan udara Kalijati), kereta tersebut berhasil lolos dari hadangan, setibanya di Cikampek dihentikan oleh para pejuang disana dan diperintahkan kembali ke Jakarta.

Rakyat Bekasi sudah menunggu, di Stasiun Bekasi seluruh gerbong kereta digeledah, ditemukan 90 orang tentara Jepang. Rakyat beringas ketika ditemukan senjata api milik seorang tawanan (ada ketentuan bahwa Jepang wajib menyerahkan seluruh persenjataannya), seluruh tawanan ditelanjangi dan ditempatkan di Rumah Gadai tepi kali Bekasi, yang dijadikan penjara sementara. Awak kereta sudah mencoba mencegah penggeledahan terhadap tawanan dengan menunjukkan surat perintah jalanan dari Menteri Subardjo yang ditandatangani Bung Karno, rakyat Bekasi tidak perduli, kemarahan memuncak karena pengalaman sejarah yang begitu kejam pada masa pendudukan Jepang. Setelah maghrib, seluruhnya digelandang ke tepi Kali Bekasi dan dibantai. Kali Bekasi yang jernih memerah darah.

Laksamana Maeda protes, meminta pertanggung-jawaban R. Soekanto (Kapolri waktu itu) dan meminta jaminan agar peristiwa seperti itu tidak terjadi lagi. Bunyi surat Maeda “… Kedjadian ini boleh dibilang beloem terdjadi dalam Sedjarah doenia, dan kelakoean sematjam ini menodai perasaan soetji terhadap jang maha koeasa serta menghina terhadap perasaan kemanoesiaan. Hal ini dipandang sebagai boekti bahwa bangsa Indonesia dengan sikap jang demikian itoe tidak mempoenjai pendirian tegoeh di doenia ini. Djika dibiarkan keadaan semacam itoe mungkin akan meradjalela … etc”.

R. Soekanto mendjawab, sekaligus sebagai pernyataan sikap pemerintah Republik, “… sesoenggoehnja jang mempoenjai hak mendjalankan hoekoeman menembak mati hanjalah pemerintah Repoeblik Indonesia, akan tetapi daerah Bekasi itoe seperti toean ketahoei ialah soeatoe daerah dimana rakjat beloem sama sekali toendoek kepada pemerintah Repoeblik Indonesia. Seperti dalam soerat itoe telah menjatakan penjelasan kami atas kedjadian itoe, maka pemerintah Repoeblik Indonesia telah beroesaha sebaik2-nja oentoek menolong 90 orang serdadoe Jepang itoe, akan tetapi oesaha itoe gagal…”. Akibat Insiden Kali Bekasi, Bung Karno merasa perlu untuk datang ke Bekasi (25 Oktober 1945), menenangkan rakyat Bekasi dan menghimbau agar peristiwa serupa itu tidak terulang lagi. Setelah Presiden memberikan amanatnya, rakyat Bekasi membubarkan diri dengan tenang.

Jika kita berjalan dari arah stasiun kereta Bekasi ke arah Bulan-bulan, tepatnya di pinggir kali Bekasi, ada sebuah monumen baru. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembangunan monumen ini memang atas kerja sama Pemkot Bekasi dengan Pemerintah Jepang. Selain sebagai monumen sejarah, Tugu ini juga mengabarkan pesan perdamaian dan cinta kasih. Entah apa makna filosofi dari monumen yang berbentuk seperti benteng dengan 5 bulatan (mungkin bendera jepang), dan relief dibawah monument. Tapi yang pasti tiap tahun ada tabur bunga di sekitar kali Bekasi oleh veteran Jepang.